ALLAH Swt telah memerinahkan kepada kita untuk makan dengan apa yang telah diberikan-Nya kepada kita, namun dengan syarat rezeki itu harus halal. Kita juga diperintahkan untuk bersyukur kepada-Nya setelah memperoleh itu semua. Menurut Imam Asy-Syafi’i, sesuatu yang halal sesuatu yang tidak ada dalil yang menunjukkan keharamannya. Menurut Abu Hanifah, sesuatu yang halal adalah sesuatu yang ada dalil yang menunjukkan kehalalannya. Manfaat perbedaan pendapat di antara kedua imam mazhab ini Nampak pada sesuatu yang belum ada hukumnya. Bagi Asy-Syafi’i, sesuatu yang belum ada dalilnya adalah halal, sementara bagi Imam Abu Hanifah sesuatu itu menjadi haram.
Abu Mansyur Muzhaffar mengatakan, “Jangan menyangka ular-ular itu datang ke kuburan dari luar. Ingatlah, perilaku-perilaku kalian adalah ular-ular berbisa bagi kalian. Makanan haram yang kalian makan adalah ular kalian.”
Selain soal kehalalannya, maka tidak dibenarkan berlebihan. Al-Thurthusyi mengatakan, “usus seseorang itu panjangnya delapan belas jengkal. Ia sebaiknya tidak makan melebihi sepertiga usus itu, yaitu enem jengkal. Ini adalah kenyang yang normal. Ia disunnahkan mengurangi itu dengan makan makanan yang cukup untuk menegakkan tulang belakangnya untuk bekarja dan beramal. Inilah kenyang yang diajarkan agama.”
Apa yang dikatakan Al-Thurthusyi seperti yang pernah disabdakan Rasulullah Saw, “Tidak ada suatu wadah yang diisi penuh oleh anak adam yang lebih jelek melebihi perutnya. Cukuplah baginya beberapa suapan kecil yang untuk menegakkan tulang belakangnya. Jika tidak mungkin, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk menumannya, dan sepertiga lagi untuk nafasnya,” (HR Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim).
Cukup bagi anak manusia beberapa suapan kecil yang bisa menegakkan punggungnya. Jika memang tidak bisa melakukannya, maka jadikanlah usus terbagi menjadi beberapa bagian: sepertiga yang dijadikannya untuk makanannya, sepertiga lagi dibuat untuk minumannya, dan sepertiga lagi disediakan untuk nafasnya.
Ini adalah diantara hal yang paling bermanfaat untuk limpa dan hati. Karena, perut pada saat dipenuhi dengan makanan, akan sempit untuk minuman. Jika minumannya sudah masuk, maka perut itu akan terasa sesak pasa saat untuk bernafas. Setelah itu, yang terasa adalah kelelahan dan keletihan seperti orang yang memikul beban yang berat.
Bahaya kenyang ada enam. Pertama, badan yang berat, karena kenyang akan melemahkan kekuatan dan tubuh. Yang bisa menguatkan tubuh adalah penyesuaian porsi konsumsi makanan dan bukan banyaknya makanan yang dikonsumsinya.
Kedua, keras hati. Ada riwayat dari Hudzaifah tentang Nabi Saw yang pernah bersabda, “Orang yang sedikit makannya, maka sehat perutnya dan bening hatinya. Sementara itu, orang yang banyak makannya, maka perutnya sakit dan hatinya keras.”
Ketiga, hilangnya kecerdasan, rusaknya kemampuan menalar, dan lemahnya daya hafal. Ini seperti yang dikatakan oleh Imam Ali bin Abi Thalib k.w., “Kekenyangan akan menghilangkan kecerdasan.”
Keempat, melemahkan tubuh dalam melakukan ibadah dan mencari ilmu. Poin ini seperti yang dikatakan oleh Luqman pada anaknya, “Pada saat lambung sudah terisi penuh, maka pikiran akan tidur hingga tidak berfungsi, hikmah akan membisu, anggota tubuh juga duduk tidak dapat melakukan ibadah.”
Kelima, menyebabkan kantuk. Ini seperti yang dikatakan orang bijak, “Orang yang banyak makannya, maka akan banyak minumnya. Orang yang banyak minumnya, maka ia akan banyak tidurnya. Orang yang banyak tidurnya, maka akan banyak dagingnya. Orang banyak dagingnya, maka akan keras hatinya. Orang yang keras hatinya, maka akan tenggelam dalam lumpur dosa.” Diriwayatkan dari Rasulullah Saw yang pernah bersabda, “Jangan matikan hati kalian dengan banyak makanan dan minuman. Karena, hati itu seperti tanaman yang pada saat kebanyakan air akan mati.” Rasulullah Saw juga bersabda, “Allah Swt tidak memberi perhiasan pada seseorang yang lebih utama melebihi keterjagaan perutnya.”
Keenam, memperkuat dorongan syahwat dan membantu bala tentara setan. Ini seperti yang dikatakan oleh Al-Ghazali. Diriwayatkan dari Nabi Saw yang pernah bersabda, “Banyak makan adalah racun.”
Tidak dipungkiri bahwa sesuatu yang paling penting bagi manusia adalah kesehatan. Hal ini seperti yang dikatakan oleh sebagian ahli hikmah bahwa kesehatan adalah mahkota yang bertengger di kepala orang yang masih sehat dan itu hanya diketahui oleh orang-orang yang sedang sakit.
Kesehatan tidak akan didapatinya kecuali jika ia menggunakan etika agama yang utama, mengikuti perintahnya, serta menjauhi larangannya.
Kesehatan seseorang sangat ditentukan bagaimana pola makan yang bersangkutan. Karena, Allah Swt memerintahkan untuk menjaga pola makan dalam ayat berikut:
“Makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan,” (QS Al-A’raf [7]: 31)
Pada ayat ini Allah menunjukkan kepada kita bagaimana cara makan dan minum yang baik hingga kita dapat hidup dengan sehat dan kuat untuk melakukan aktivitas, baik keduniaan maupun keakhiratan. Allah Swt juga melarang kita dari berlebih-lebihan dalam makan dan minum serta melampaui batas dalam dua hal itu. Hal ini terlihat jelas dalam ayat di atas.
No comments:
Post a Comment